Sunday, May 23, 2010

GENDING WANDA ANYAR PADA TARI

Sebenarnya benih-benih Wanda Anyar pada karawitan tari Sunda lebih memungkinkan untuk berkembang lebih jauh. Salah satu sebab yang utama ialah adanya perubahan dinamika, baik tempo maupun keras lunaknya, terasa lebih menonjol dibandingkan untuk iringan sekar.
Pada bentuk tradisional dikenal tabuh-tabuh raehan, seperti Punten Nun, Cocol Pindang, Ciaseman, Nona Nangis Minta Pulang dan lain-lain, di mna semuanya telah keluar dari aturan-aturan tabuh yang membaku. Adapun kurangnya perkembangan tabuh-tabuh Wanda Anyar pada tari Sunda, antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: dominannya kendang, kurangnya kreativitas seniman-seniman karawitan tari, lingkup kehidupan penari dan para nayaga, kurangnya perhatian koreografer terhadap pengolahan gending-gending tari.
Usaha-usaha untuk keluar dari ikatan-ikatan tradisi pada karawitan tari, sebenarnya serasa lebih dahulu, kalau dibandingkan dengan bentuk-bentuk sekar gending seperti sekarang. Hanya perkembangannya sangat lamban sekali sehingga seolah-olah perkembangan Wanda Anyar dalam karawitan tari, merupakan hal-hal yang baru.
Tidak dapat disanggah lagi dan telah menjadi kenyataan bahwa pengaruh karawitan wanda anyar Mang Koko ada pengaruhnya terhadap karawitan tari, meskipun sebenarnya pada mulanya gending-gending itu digunakan untuk kebutuhan sekar. Cuplikan-cuplikan dari tabuh wanda anyar banyak digunakan pada pergelaran tari pada saat ini. Suatu hal yang perlu dicatat bahwa karya bersama antara Mang Koko dan Enoch Atmadibrata, yaitu dalam Tari Hujan Munggaran. Gending secara “utuh” dibuat sehingga menjadi harmonis dengan tarian. Penciptaan tari seperti pada tari Hujan Munggaran memerlukan kecermatan dan suatu pendalaman terhadap karawitan gending wanda anyar.

SENDRATARI

Karya sendratari Ramayana versi Sunda 1971 di Pandaan Jawa Timur, sampai saat ini merupakan karya bersama tokoh-tokoh tari Sunda yang paling menonjol. Dalam sendratari Ramayana ini sebagian besar tokoh-tokoh tari ikut mendukung, baik sebagai pemain langsung maupun sebagai piñata tari. Dasar-dasar gerak tari yang diambil adalah gaya Cirebon, di mana penonjolan “kedok/topeng” ditampilkan untuk tiap-tiap peran.


Penanganan dalam dukungan karawitan, secara luwes mempergunakan bentuk-bentuk tabuh tradisional dan wanda anyar banyak memberikan dukunganyang menyeluruh. Pengertian menyeluruh di sini ialah bahwa fungsi karawitan itu bukan saja sebagai pendukung untuk tarian itu sendiri, melainkan sewaktu-waktu berdiri sendiri sebagai ungkapan tari itu sendiri. Hal ini terutama untuk mempertahankan suasana dalam jalan cerita. Mengingat bahwa kebutuhan di atas sifatnya tetap dan merupakan penuangan dari bahasa gerak yang penuh kedalaman, maka dukungan karawitan harus benar-benar dapat mengimbangi. Pengolahan yang berangkat dari pola-pola wanda anyar sangat banyak membantu.

Adapun gending wanda anyar yang sangat kuat menonjol dalam sendratari tersebut antara lain:
(1) Jembatan-jembatan antar adegan yang berbeda suasananya;
(2) Mengangkat gending-gending tradisional dengan gubahan/arransemen wanda anyar
(3) Penggunaan gamelan yang berbeda-beda laras dan dijalin dalam suatu komposisi dalam perpindahan.
(4) Dialog-dialog waditra dalam memberikan aksen pada gerak-gerak tari.
(5) Penonjolan sekar, rebab, suling dan waditra lain untuk mengisi gerak dan suasana.

Salah satu perkembangan yang sangat menggembirakan adalah adanya garapan tari Arjuna Wiwaha dalam tiga versi (Sunda, Jawa dan Bali) pada tahun 1976. jalan cerita dijalin dalam empat babak. Babak pertama versi Sunda, babak kedua versi Bali dan babak ketiga versi Jawa. Pada babak keempat kolaborasi ketiga versi tersebut, bergabung dalam suatu adegan bersama. Dalam babak keempat ini terasa sekali bahwa iringan gending untuk tari itu sangat membantu dalam mendukung gaya-gaya daerah yang bersangkutan. Ternyata pengolahan gending wanda anyar terasa sangat banyak membantu untuk menyatukan sebuah paduan antara Sunda _ Jawa – Bali dalam menjalin suatu komposisi gending pengiring.
Teknis yang digunakan dalam perpaduan ini ialah:
þ Mencari nada-nada yang tumbuk diantara gamelan yang digunakan (Sunda – Jawa – Bali)
þ Menentukan bentuk tabuh atau alat yang khas daerah masing-masing
þ Mengolah dialog-dialog antar versi dalam iringan untuk mengaksen gerak-gerak tari
þ Memadukan tiga versi dalam satu komposisi gending

Dengan jalan itu ternyata dapat dilaksanakan dengan baik, yaitu dengan cara mengolah sekar gending wanda anyar dalam menuju kepaduannya. Ternyata dengan gending wanda anyar sebuah komposisi gending dapat mengiringi versi lain, tanpa menghilangkan identitas daerah masing-masing. Semakin terasalah bahwa perkembangan dalam karya tari menempatkan gending wanda anyar untuk karawitan pengiring.

No comments:

Post a Comment